gambar dari family.seruu.com
Tak terasa tinggal beberapa jam
lagi bulan yang penuh ampunan, keberkahan dan kemuliaan—menuju pintu gerbang
kemenangan akan kusambut dengan penuh kebahagiaan. Bulan yang sudah tentu
ditunggu oleh jutaan umat muslim di seluruh dunia ini sebentar lagi akan menjawab
kerinduan hati-hati dengan semangat yang menyala-nyala. Ibarat orang dipenjara yang selalu menghitung hari
pembebasannya, maka setiap hari menjadi sangat berarti maknanya. Sengaja
disediakan oleh-Nya untuk disucikan dan dimuliakan, di dalamnya bahkan ada
berbagai peristiwa sejarah yang sangat monumental. Saat dimana Dia menunjukkan
kuasa untuk membuka pintu-pintu surga, menutup pintu-pintu neraka, dan membelenggu
setan-setan sejadi-jadinya. Meski amarah, ghibah, su’udzon dan maksiat lain
tetap aku jalankan—kerap saja menjadi kebiasaan padahal dulunya aku lakukan
dengan dalih tak tahan godaan setan.
Dengan begitu, aku berhak menanti
kemenangan sejati yang dijanjikan.
Tak apalah. Setidaknya nuansa
hangatnya semakin lama semakin terasa, merasuki jiwa-jiwa yang fana—terlena sedemikian
lamanya oleh nikmatnya dunia yang hanya sementara. Rasa suka cita menyambut
kehadiranmu justru semakin menyelimuti, masjid-masjid dengan hiasan tilawah-tilawah
merdu sengaja dilantunkan untuk mengejar target bacaan. Pastilah orang-orang
kagum dengan jumlah bacaan yang bisa aku habiskan. Mana ada yang peduli dengan
urusan aku tak pernah mengerti bacaan itu, apalagi akan aku terapkan dalam
kehidupan. Toh sebagai pelengkap, aku menikmati bunyi petasan silih-berganti
bersahut-sahutan berdentum hampir dari segala penjuru—tak peduli apakah ada insan
yang tengah khusyuk beribadah. Bukankah mengekspresikan sukacita dalam menyambut
bulan ini akan terhindar dari siksa api neraka?
Dengan begitu, aku berhak menanti
kemenangan sejati yang dijanjikan.
Tak apalah. Setidaknya aku sudah
mampu menahan dahaga dan lapar, prihatin merasakan penderitaan kaum miskin
katanya. Lebih dalam, aku merasakannya dengan banyak mengeluh dan
bermalas-malasan. Apalagi tidur di bulan puasa juga termasuk ibadah. Sebuah kesempatan
emas yang tak mungkin aku dapatkan di bulan-bulan lain. Kesempatan emas itu pun
ditutup dengan sempurna dengan suguhan berbuka puasa yang luar biasa banyak
macamnya, membuat isi dalam perut begitu penuh sesak, melemahkan sendi-sendi
untuk bergerak salat tarawih di malam harinya.
Dengan begitu, aku berhak menanti
kemenangan sejati yang dijanjikan.
Tak apalah. Setidaknya aku bersyukur
dapat bertemu kembali dengan Ramadhan tahun ini. Apalagi Ramadhan kali ini akan
aku lalui dengan 5 kali Jumat, yang tidak terulang kecuali setiap 20 tahun.
Apalagi Ramadhan tahun ini menjadi Ramadhan dengan waktu yang terpanjang selama
33 tahun terakhir. Rasanya keren sekali. Entah waktu terpanjang dan
ketersediaan 5 hari jumat tersebut dapat diisi dengan kebaikan-kebaikan nantinya,
itu urusan belakangan. Yang penting lebaran dalam meraih kemenangan sejati yang
sudah dijanjikan itu, aku bisa kembali bermewah-mewahan.
Dengan begitu, aku berhak menanti
kemenangan sejati yang dijanjikan.
Percayalah wahai Ramadhan, aku ini memang sedang menanti kemenangan sejati yang dijanjikan. Jangan percaya aku yang lupa mencari cara bagaimana sebenarnya menemukan letak tabir kemenangan sejati itu akan dibentangkan.Ah, maafkan diri ini wahai Ramadhan, itu terlalu kejauhan. Bukankah selama ini kita hanya berpura-pura?Sudahlah. Kemenangan sejati yang dijanjikan itu, jangan-jangan hanya fatamorgana.
Maafkan lahir dan bathin, selamat menjalankan ibadah shaum
BalasHapusSemoga berkah ^_^
saur saur... setelah nonton bola kini saatnya menanti saat makan saur. selamat berbahagia di bulan romadlon ini kawan
BalasHapusselamat berpuasa ramadan
BalasHapussemoga Ramadan kali ini bisa lebih baik dari Ramadan tahun lalu :)
BalasHapus