Malam ini akan menjadi saksi berputarnya rol film kehidupan dalam
asrama peradaban yang kelak aku rindukan. Saksi dimana kini aku bersama
kesunyian ingin sekali berdamai dengan semua lika-liku pembelajaran, mencoba
kembali melihat ke belakang, agar tahu sudah seberapa jauh diri ini melangkah.
Melangkah dan siap berhadapan dengan fase kehidupan selanjutnya secara jantan,
setelah mampu dengan mantap mengenyam pembinaan selama 22 bulan bersama teman-teman
seperjuangan.
Aku masih mengingat jelas bagaimana seorang aku dua tahun
lalu. Bagaimana aku menyambut setiap pagiku, bagaimana aku mengisi waktu
luangku, bagaimana aku memprioritaskan masing-masing aktivitasku, dan bagaimana
aku mampu mengunggulkan setiap egoku. Dan kini, semua sikap itu aku anggap
lucu. Anggapan itu muncul karena proses yang selama ini telah aku jalankan
bersama Laskar Nakula—begitu sebutan untuk 31 manusia keren yang menghuni
asrama orange ini, membuat berbagai
tempaan di PPSDMS begitu sempurna.
Dan kini potongan-potongan gambar itu: mulai dari hal-hal
sepele seperti program yang masih saja berulang kali harus diingatkan; motor yang tertukar; charger, pulpen,
sepatu, bahkan sampai helm yang secara gaib bisa berpindah tempat meski barang
sekejap, tragedi mati air secara tiba-tiba, serta hal-hal absurd dan misterius lain
yang tentu saja tidak bisa disebutkan satu-persatu disini—demi menghormati
bayangan pikiran para pembaca, kembali ditayangkan dalam benak secara jelas.
Namun siapa sangka, potongan-potongan gambar itu ternyata pada akhirnya menghasilkan lantunan ayat suci Al-Quran yang merdu, orasi
yang lantang, pergi dan pulang ke luar negeri silih-berganti, tulisan yang
dimuat di berbagai media, kemenangan lomba yang prestisius di berbagai bidang,
gaya kepemimpinan organisasi yang berkarakter, kontribusi sosial yang tak
pernah harap pujian dan sanjungan, serta kehebatan-kehebatan lain hadir dalam
sosok-sosok yang masih haus dengan pembelajaran. Satu-persatu episode ini muncul
membentuk puzzle-puzzle lukisan penuh
warna, yang tentu saja tidak mampu dilukis meski oleh kombinasi kuas, tinta dan
kanvas terbaik sekalipun.
Entah bagaimana nantinya aku bisa menceritakan fase
kehidupan selama disini—yang membuat aku seakan tak percaya mengapa noktah-noktah
kejadian itu bisa terjadi, kepada istri dan anak-anakku nanti. Entah skenario apa
yang mampu menuntunku masuk dalam bagian doktrinasi suci yang dilantangkan setiap
apel pagi, yang disebut Idealisme Kami. Entah ekspresi seperti apa nantinya
yang akan muncul, saat aku bertemu kembali dan menyapa satu-persatu dari mereka,
yang secara perlahan telah bertemu dengan mimpi-mimpi besarnya. Entah bagaimana
aku harus menanggapi setiap kenangan yang diam-diam memaksa untuk terus diingat,
suatu saat nanti. Membayangkannya saja sudah membuat mata ini berkaca-kaca,
saking mengagumkannya.
Dalam baju-baju yang tersusun rapi di lemari, dalam
buku-buku yang tertata di atas rak, dalam sepatu-sepatu yang berbaris di halaman,
aku yakin mereka secara jitu telah memberi pesan-pesan tersembunyi pada setiap
makhluk yang pernah menghuni tempat ini. Pesan-pesan tersembunyi itu merekam
setiap memori, yang nantinya bisa kita jadikan bahan senda gurau dan candaan
yang menghibur hati. Memori yang sudah dirancang sejak awal, dalam kombinasi
titik-titik garis kehidupan yang saling bersinggungan.
Jadi siapapun yang membaca tulisan ini, tolong selipkan untaian
doa yang terlantunkan untuk mereka, keluarga besarku yang menjadi calon
orang-orang besar di negeri ini. Doa-doa yang tentu saja menjadi pesona rahasia
yang membungkus setiap bait tingkah dan perilakunya. Doa-doa yang menjadi
senjata utama bagi kita untuk menyatukan kekuatan yang kelak tiada
bandingannya. Karena doa adalah ekspresi cinta tiada tara, bagi siapapun yang
mampu menerimanya.
Dan kepada siapapun yang nantinya harus menggantikan bekas
kamar-kamar tidur yang telah aku tempati, aku merasa bertanggung jawab padanya
untuk memberinya sebuah pesan (termasuk untuk diriku sendiri). Bahwa kehidupan disini bukanlah sekedar kehidupan
asrama yang mampu dijalankan oleh orang sembarangan. Bahwa kesempatan menjadi
bagian dalam keluarga PPSDMS adalah anugerah paling berharga yang mungkin bisa
engkau dapatkan. Tolong dimanfaatkan, karena fase kehidupan berharga seperti
ini tak kan pernah tergantikan.
Akhirnya, sampailah aku pada sebuah kesimpulan, sejatinya
hidup adalah tentang perpindahan yang berulang. Fisik yang berpindah dari suatu
tempat ke tempat yang lain. Hati yang berpindah dari seorang diri ke diri yang
lain. Dan di balik setiap ketidakpastian dalam hidup, selalu ada kepastian perpindahan
yang mengikutinya. Sampai pada suatu titik, kita akhirnya menyerah dalam mencari
tahu dimana akhir perpindahan itu. Dan kini, aku harus berani pindah secara
fisik, berpisah sementara, tanpa harus memindahkan hatiku dengan
hatinya. Mengapa? Karena aku yakin, hati-hati ini akan bersatu selamanya.
Untuk
itulah, kepada kalian yang menjadi bagian keluarga peradaban: Ksatria, Tiara, Bandung
Boys, Laskar Nakula, Srikandi, Heroboyo dan rekan-rekan PPSDMS Bogor, semoga luapan
rasa ini mampu mengingatkan kita pada puncak kerinduan di suatu masa. Kerinduan yang mengingatkan bahwa kita adalah, “Saudara Selamanya“.
Mari kita terima masa lalu | Dan mulai merancang masa depan baru | Untuk melanjutkan kebaikan-kebaikan yang telah kita ukir itu
Biarkan kita kini berjalan lebih sempurna apa adanya | Mungkin hanya ini satu-satunya cara, agar dunia bisa tersenyum melihat tingkah kita
Rasa terima kasihku untukmu, wahai keluarga peradaban | Telah menemani dengan segala keterbatasan dan keunikan | Meskipun aku tahu, semua kelak hanya kenanganDan atas semua pelajaran berharga yang tak terkira nilainya | Kiranya kita bisa melanjutkan kebaikan-kebaikan selanjutnya, sampai di surga dan kita kekal di dalamnyaUcap maafku padamu, karena tak mampu merangkai kebaikan yang kian lama kian sempurna | Menjawab rahasia-Nya yang telah terpendam lamaJika Allah memberikan aku kesempatan tuk miliki sebuah kekuatan, ingin sekali rasanya ku mampu membelenggu waktu | Agar aku bisa terus belajar dengan kalian dalam ikatan persaudaraan, tanpa harus senantiasa bertemu
Yogyakarta,
Kamis 1 Mei 2014,
Selesai ditulis pukul 06.00 pagi, saat mentari mulai tampak tersenyum..
keren!!! dpt banget suasananya!!!
BalasHapuskeren!!! dpt banget suasananya!!!
BalasHapus