Sabtu, 07 Februari 2015

Mengabdi di Kaki Surga Dunia (part 1)

Inilah pertama kalinya aku mengalami petualangan mengeksplorasi kekayaan batin dan bumi manusia di ujung timur Indonesia. Raja Ampat tepatnya, telah menjadi saksi sejarah aku bersama teman-teman yang telah berkomitmen siap menggoreskan pengabdian dalam kemasan KKN PPM UGM. KKN adalah sebuah momentum kental yang dirasa mampu memberi efek positif bagi perbaikan diri. Aku membayangkan inilah kesempatan bagiku untuk melalui senja-senja tanpa hingar-bingar yang biasa didengar, berganti dengan hempasan ombak yang syahdu. Inilah saatnya kita tak lagi mengeluh dengan semrawutnya kemacetan jalan dan pusing dengan pandangan kepulan asap yang tebal. Inilah waktunya memulai pijakan pertama untuk sebuah pengabdian. 

                
Persiapan selama berbulan-bulan lamanya yang menghadirkan pijakan pertama itu. Aku yakin bahwa Indonesia dengan daratannya yang luas membentang dan lautnya yang lapang menantang, membuktikan bahwa negeri ini tak layak hanya menjadi ratapan. Meski anak-anak kecilnya seringkali menangis, terhina dalam keterpurukan dan menanti harapan yang masih timbul tenggelam. Maka dengan persiapan dan tekad yang bulat sebagai mahasiswa—tegap mengarungi baik udara, darat, maupun lautan, harus siap menjadi jawaban atas permasalahan, bukan sekedar hadir memeriksa keadaan.


Raja Ampat yang berlokasi di bagian utara “kepala burung” daratan Papua beberapa tahun belakangan dikenal sebagai situs warisan dunia dengan biota lautnya yang luar biasa. Berbagai wisatawan mancanegara berdecak kagum mengenalnya, eksotis keindahan panoramanya bisa kita nikmati di dunia maya. Pastinya, akses kepulauan ini tidak mudah: ongkos perjalanannya yang mahal, belum lagi ombak yang silih berganti naik turun seolah datang dari segala penjuru, bak air mendidih. Sebuah upaya yang sebanding, yang juga menjadi daya tarik bagiku agar mampu mengarungi lautan yang sulit, seolah sebagai pengalaman pertama untuk bersiap menjadi nakhoda kapal mengesankan.



Dengan menempuh perjalanan udara dalam rute Yogyakarta-Makassar-Sorong dan mengarungi lautan rute Sorong-Waisai (ibukota Raja Ampat)-Meosmanggara (lokasi KKN) membuat kami seolah tak percaya dengan kehebatan panorama yang mengelilinginya. Tebing-tebing yang menjulang tinggi berwarna dzamrud millennium, lautan biru yang jernih dengan karang berbagai warna, taman-taman kelapa di pulau-pulau kecil tampak mempesona dari kejauhan setia menemani dalam perjalanan. Ah, sadarlah bahwa ini belum seberapa, masih juga hari pertama. Tapi kita percaya, bahwa pijakan pertama di Pulau Meosmanggara akan memberi arti yang berbeda bagi Republik ini. Dan di tanggal 15 Juli 2014 inilah, sebuah kisah penuh cinta bersemi yang dikelilingi samudera pun bermula

Bersambung..

1 komentar:

Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini. Silahkan beri tanggapan dan masukan di kotak yang telah disediakan.

Semangat berbagi, sobat! :)